Selasa, 04 Oktober 2011

Tafsir Yesaya 35-36


Tafsir Yesaya 35-36
Pendahuluan
Bila melihat rangkaian jalan cerita dari pasal sebelumnya, maka akan didapati sebuah perbedaan yang cukup signifikan antara pasal 34 dengan pasal 35. Pada pasal 34 nabi Yesaya menuliskan tentang hukuman yang akan dialami oleh bangsa Edom, tetapi sepanjang pasal 35 nabi Yesaya menubuatkan tentang keselamatan yang akan dialami oleh umat Tuhan, yaitu Israel. Kitab ini ditulis pada abad ke-8 SM, dan pada waktu itu Neo-Asyur merupakan negara adikuasa pertama yang dikenal dalam sejarah. Bila flashback kepada pasal-pasal sebelumnya, maka kita akan melihat bahwa pelayanan nabi Yesaya berpusat kepada bangsa Israel yang mengalami kekalahan karena mereka tidak mendengarkan apa yang diperingatkan oleh nabi Yesaya kepada mereka, sebagaimana yang tertulis pada pasal 1-5. Selain itu, ketidakpercayaan Ahas untuk percaya kepada Allah juga semakin memperburuk situasi tersebut. Tetapi yang perlu diingat ialah sekalipun Ahas tidak percaya sepenuhnya kepada Allah, hal tersebut tidak membuat Allah membatalkan perjanjianNya kepada bangsa Israel. Allah bermaksud untuk mendatangkan kerajaan yang dijanjikan sesudah periode hukuman itu berakhir (misalnya pasal 9&10). Yerusalem mungkin sekali akan mengalami kesukaran (29), dan Hizkia sedang berupaya mengadakan persekutuan dengan Mesir (30-31). Ucapan-ucapan ilahi ini penuh dengan tuduhan karena kegagalan bangsa itu untuk percaya kepada Allah. Tetapi dalam pasal 33-34, nabi Yesaya menuliskan tentang kelepasan yang terjadi pada orang-orang benar di Sion dan murka Allah kepada musuhNya dan musuh umatNya[1]. Rangkaian garis besar kitab Yesaya dari pasal 1-14 di atas setidaknya dapat menjadi pengantar akan apa yang ditulis oleh nabi Yesaya dalam pasal 35.
Tafsir pasal 35
            Pasal ini diawali dengan kalimat personifikasi yang dituliskan oleh nabi Yesaya, dimana nabi Yesaya menyatakan bahwa padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorai dan berbunga. Menurut Unger, Padang gurun dan padang kering merujuk pada tanah Palestina yang dipersonifikasikan berbahagia karena menerima kabar menggembirakan, yaitu pemulihan atas Israel yang berhubungan dengan pemulihan fisik dan spiritual bangsa Israel[2]. Seperti telah disebutkan di atas, Allah tidak melupakan perjanjian yang telah Ia buat dengan UmatNya, Israel. Sekalipun bangsa Israel tidak sepenuhnya percaya kepada Allah, tetapi hal tersebut tidak membuatNya mengingkari perjanjianNya dengan bangsa Israel. Penghakiman Allah atas Edom dirasakan dengan seketika oleh beberapa bagian Yehuda, khususnya yang paling dekat dengan perbatasan. Nabi Yesaya menyebutnya dengan padang gurun (rB"ßd>m, midbar), padang kering (hY"+ciw>, wetsiyya), dan padang belantara (hb'²r"[], araba). Ketiga sebutan tersebut merujuk pada lembah curam Yordan, khususnya bagian selatan dari laut mati ke arah teluk Akaba. Padang gurun menunjukkan tanah tandus, dalam kitab-kitab Pentateukh, kata padang gurun merujuk kepada daerah perjalanan mereka dari tanah Mesir menuju ke tanah Kanaan. Padang kering juga merujuk pada tanah yang tandus, atau dapat juga diartikan sebagai daerah dimana beberapa kota ada di daerah tersebut (Yes 42:11). Padang belantara memiliki arti yang lebih luas. Akar katanya memiliki beberapa makna, antara lain “percampuran”, “pertukaran”, atau “menjadi kering”. Kemudian berkembang menjadi padang gurun di daerah Arab. Biasanya dalam Perjanjian Lama, ini merujuk pada daerah padang berumput di sekitar Laut Mati, khususnya di daerah barat dan selatan yang diakui oleh Yehuda sebagai milik mereka, namun daerah tersebut ternyata diduduki oleh Edom[3]. Ketiga nama tersebut saling berkombinasi untuk menggambarkan sebuah adegan yang menceritakan tentang sebuah kegirangan yang luar biasa[4]. Hal ini menunjukkan bahwa kabar yang akan disampaikan kepada bangsa Israel merupakan kabar yang sangat menggembirakan, sampai-sampai ketiga sebutan daerah tersebut saling menyatakan ekspresi kebahagiaan karena kabar yang akan diterima oleh bangsa Israel itu.
            Nabi Yesaya kemudian mengibaratkan sukacita yang akan dialami oleh bangsa Israel adalah seperti bunga mawar yang berbuah lebat. Dalam bahasa Ibrani, sesungguhnya kalimat “seperti bunga mawar” tidak terdapat dalam ayat 2 seperti yang tertulis di Alkitab TB LAI, melainkan kalimat tersebut ada di ayat pertama. Tetapi demi alasan keseimbangan dalam ritme puisi, LAI menggabungkan kalimat ini untuk masuk ke ayat-2[5]. LAI mencoba untuk tidak membuat kerancuan dan ketidakseimbangan ritme puisi dalam ayat 1 dan 2, sehingga LAI merasa perlu untuk memisahkan kalimat “seperti bunga mawar” dari ayat 1 dan digabungkan dengan ayat 2. Namun hal ini bukan berarti LAI telah melakukan kesalahan. LAI hanya mencoba untuk membuat puisi dalam ayat 1 dan 2 menjadi lebih baik, sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang baik. Dalam Alkitab terdapat dua acuan kepada tanaman ini, yang nampaknya menunjuk kepada ‘mawar’ yang berbeda. Karena itu para botanikus mengidentifikasikannya berbeda. Ada alasan untuk percaya bahwa pada zaman Alkitab di Palestina ada mawar sungguhan, tetapi sulit untuk mengatakan dengan tepat berapa jenis yang terdapat pada waktu itu. Paling sedikit 4 jenis mawar liar kini ada di Palestina, sedangkan jenis-jenis yang lain tumbuh di Libanon dan Siria. Acuan kepada mawar dalam ayat ini barangkali lebih merujuk kepada beberapa tumbuhan yang berumbi. Hal ini dapat dikumpulkan dari adanya kata tl,Ceeeb;x] (khavatselet) yang dapat diterjemahkan ubi-ubian dalam ayat itu, yang dalam LXX diterjemahkan krinon (bakung). Barangkali Narcissus tazetta-lah yang dimaksud. Bunga yang harum ini banyak macamnya dan tumbuh subur di lembah Saron[6]. Dalam Alkitab TB LAI, terdapat satu kata yang diulang-ulang sebanyak tiga kali di ayat 2, yaitu bersorak-sorak. Tetapi bila melihat Alkitab dalam bahasa Ibrani, terdapat bukan hanya satu kata, tetapi ekspresi sukacita itu diungkapkan dalam tiga kata yang berbeda, yaitu   גּוּל    גּיל   (giyl, gul),גּילת    גּילה    (gilyah, gilyath), dan רנן (ranan). Kata-kata tersebut dapat diterjemahkan dengan rejoice, joy, and singing[7] (kegirangan, kegembiraan, dan nyanyian. Ini menunjukkan bahwa ekspresi sukacita akan kabar pemulihan yang akan terjadi pada bangsa pilihan Allah, Israel itu sangat semarak. Kemudian nabi Yesaya menambhakan bahwa Israel akan diberikan kemuliaan Libanon. Kata “diberikan” dalam bahasa Ibrani menggunakan kata !T;nI (natan), ini menunjukkan anugerah Tuhan saja yang dapat memberikan kepada Israel perkara ajaib tersebut[8]. Libanon memiliki kemilau salju putih yang menutupi puncak-puncaknya selama 6 bulan dalam setahun. Libanon memiliki hutan-hutan yang lebat, selain itu Libanon juga memiliki punggung gunung yang terdiri dari batu kapur yang menjadi sumber dari banyak mata air dan anak sungai yang mengalir dari timur ke barat. Pohon-pohon Aras yang kokoh dari Libanon menggambarkan kebesaran dan kekuatan. Libanon memiliki pohon Aras dan pohon campur jarum (berbagai jenis pohon cemara) yang merupakan bahan bangunan kayu yang paling baik di Timur Dekat Kuno[9]. Beberapa fakta tentang kekayaan Libanon yang telah disebutkan di atas agaknya menunjukkan bahwa Israel akan dipulihkan secara luar biasa oleh Tuhan, sebab tidak berhenti sampai disitu saja. Tetapi nabi Yesaya kembali menambahkan bahwa bangsa Israel akan merasakan semarak Karmel dan Saron. Kata “semarak”, dalam bahasa Ibrani menggunakan kata rd:ïh] (hadar). Kata ini dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam beberapa kata, yaitu magnificence, ornament or splendor: - beauty, excellency, glorious, glory, honour, majesty[10]. Dalam bahasa Indonesia kata-kata tersebut dapat diartikan kecemerlangan, perhiasan atau kemuliaan, yang mulia, kecantikan, keagungan, kejayaan, hormat,dan keagungan. Beberapa kata tersebut menunjukkan bahwa bangsa Israel akan mendapatkan kejayaan dan keagungan Karmel dan Saron. Kata Karmel berasal dari bahasa Ibrani lm,Þr>K; (karmel) yang memiliki arti ladang yang penuh dengan buah[11] atau juga tanah subur. Sedangkan Saron dalam bahasa Ibrani menggunakan kata !Ar+V' (saron).Lembah Saron terkenal dengan bunga mawarnya yang indah dan menjadi taman bunga yang indah-permai di sepanjang pantai[12]. Daerah ini menjadi daerah paling subur di Israel pada saat ini yang ditanami oleh tanaman semacam jeruk. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa Allah akan memberikan pemulihan yang besar kepada Israel selepas hukuman yang Ia berikan kepada Israel karena ketidakpercayaan mereka kepadaNya. Selanjutnya, nabi Yesaya menambahkan pernyataan “mereka itu akan melihat kemuliaan Tuhan”. Siapakah yang dimaksudkan dengan “mereka itu” yang akan melihat kemuliaan? Pertanyaan ini memang tidak begitu mudah untuk dijawab. Kesan pertama yang dapat timbul ialah bahwa yang dimaksudkan dengan “mereka itu” adalah padang gurun dan belantara yang telah dipersonifikasikan pada kalimat-kalimat sebelumnya. Dalam teks Ibrani, kata “mereka itu” menggunakan kata hM'he² (hemah), yang berarti mereka itu sendiri atau merekalah, ditempatkan pada awal kalimat. Akan tetapi terhadap pendapat itu muncul keberatan, karena pada kalimat sebelumnya, yaitu “kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya”, kata “nya” yang menunjuk kepada padang belantara yang dipersonifikasikan itu adalah adalah dalam bentuk feminim tunggal sedangkan kata Ibrani hM'he² (hemah) adalah dalam bentuk maskulin jamak. Oleh karena itu kata “mereka itu” mungkin lebih ditafsirkan sebagai manusia-manusia yang akan menyaksikannya. Siapakah orang-orang itu? Tentunya bukan para musuh yang sudah dibinasakan, melainkan orang-orang beriman dan khususnya orang Yehuda (atau sisa Israel) yang pada waktu itu berada dalam pembuangan dan mengalami frustasi besar dan menantikan kelepasan[13]. Nabi Yesaya menyatakan bahwa orang-orang Yehuda akan melihat kemuliaan Tuhan yang dinyatakan atas mereka, yaitu dengan dipulihkannya keadaan bangsa Israel oleh Tuhan setelah mereka mengalami hukuman dari Tuhan dengan mengalami pembuangan.
Selanjutnya, nabi Yesaya menyerukan kepada orang-orang Yehuda (atau sisa Israel) agar mereka semua menguatkan tangan mereka yang sudah mulai lemah lesu dan juga mereka harus meneguhkan kaki lutut yang goyah.  Hukuman yang diberikan oleh Allah kepada mereka sepertinya telah membuat semangat mereka menjadi patah dan seakan-akan mereka tidak lagi memiliki pengharapan akan pemulihan yang akan terjadi pada bangsa mereka. Tetapi nabi Yesaya datang dengan kabar sukacita akan pemulihan yang akan dialami oleh bangsa Israel. Kata “lemah lesu” dalam bahasa Ibrani menggunakan kata tAp+r" (rafot), memiliki akar kata רפה (rapheh), menurut strong kata ini dapat diterjemahkan kekendoran yang dapat terjadi baik itu di tubuh maupun di dalam pikiran[14]. Pengertian tersebut agaknya coba untuk menunjukkan bahwa penderitaan yang dialami oleh bangsa Israel membuat mereka tidak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkat tangannya sendiri, bhakan lebih lagi kekendoran juga terjadi di dalam pikiran mereka. Bertahun-tahun mengalami masa pembuangan membuat bangsa Israel putus pengharapan mereka kepada Allah. Selain itu, nabi Yesaya juga menyerukan kepada bangsa Israel untuk meneguhkan lutut mereka yang goyah. Dalam bahasa Ibrani, kata goyah menggunakan kata בּרך (berek), kata ini dapat diterjemahkan lemah karena ketakutan[15]. Bertahun-tahun mengalami hukuman dari Tuhan dengan mengalami pembuangan membuat bangsa Israel menjadi takut, dan hal tersebut membuat lutut mereka menjadi lemah karena mereka takut. Tidak berhenti sampai disana, nabi Yesaya juga menyatakan kepada bangsa Israel yang tengah mengalami hukuman dari Tuhan untuk mengatakan kepada orang-orang yang tawar hati agar mereka menguatkan hati mereka, sebab Allah Israel akan datang dengan pembalasan dan Ia akan menyelamatkan bangsa Israel. Kata mengatakan dalam bahasa Ibrani menggunakan kata אמר (amar), kata ini memiliki makna tidak hanya mengatakan tetapi dapat juga diterjemahkan memerintahkan[16]. Dalam Alkkitab versi NJB (New Jerusalem Bible) kata tawar hati mernggunakan kata the faint-hearted, kata ini memiliki makna hati yang lemah dan pengecut. Hal ini menunjukkan bahwa nabi Yesaya hendak mengatakan kepada bangsa Israel agar mereka memerintahkan kepada orang-orang Israel lain yang sudah mulai lemah semangatnya dan mulai menjadi orang-orang yang pengecut agar mereka tidak menjadi kecut hatinya, sebab Allah mereka akan datang dengan pembalasan. Dalam bahasa Ibrani,  kata pembalasan menggunakan kata ~q"ån" (naqam), menurut strong kata ini dapat diterjemahkan dengan balas dendam, pertengkaran atau perselisihan[17]. Hal ini menunjukkan bahwa Allah sendiri yang akan melakukan pembalasan disertai dengan pertemgkaran dengan musuhNya dan musuh umatNya. hal ini senada dengan apa yang tertulis dalam Ulangan 32:35, dimana Allah menyatakan bahwa pembalasan adalah hak Allah. Dan memang pada saat itu bangsa Israel tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pembalasan. Saat itulah Tuhan menyatakan kuasaNya kepada bangsa Israel yang sempat meragukan kekuatanNya. Pertolongan datang dari Allah, Ia melakukan pembalasan kepada musuh Israel sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan kepada umat Allah itu. Alkitab TB LAI dengan tegas menuliskan bahwa Allah sendiri yang akan datang dan menyelamatkan bangsa Israel. Dalam bahasa Ibrani, kata menyelamatkan menggunakan kata ישׁע (yasha) yang juga dapat diterjemahkan memberikan kemenangan[18]. Allah membela bangsa Israel dengan memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh-musuhnya. Allah bertindak sebagai pembela Israel dengan berperang melawan musuh-musuh Israel dan memberikan kemenangan kepada mereka.
Saat Allah datang untuk menyelamatkan bangsa Israel dan memberikan kemenangan kepada mereka, maka pada saat itu mata orang-orang buta akan dicelikkan. Mata yang dimaksudkan oleh nabi Yesaya merupakan bahasa kiasan yang tengah menggambarkan mata rohani bangsa Israel yang selama ini tertutup dan seakan-akan mengalami kebutaan rohani dengan tidak dapat melihat kekuatan Allah mereka yang sangat sanggup untuk memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh-musuh mereka. Dengan penyelamatan yang Allah lakukan sendiri kepada bangsa Israel, maka mata mereka yang selama ini tertutup akan terbuka dan mereka akan menyaksikan keperkasaan yang Allah tunjukkan kepada mereka dengan membebaskan mereka dari hukuman yang selama bertahun-tahun mereka alami. Selain mata yang selama ini tertutup akan dicelikkan oleh kedahsyatan pertolongan Tuhan kepada Israel, nabi Yesaya juga menambahkan bahwa ketika Allah sendiri datang untuk menyelamatkan dan memberikan kemenangan kepada orang Israel, maka telinga-telinga orang tuli juga akan dibukakan karena mereka mendengar perbuatan Allah yang luar biasa. Dan orang-orang yang lumpuh akan melompat seperti seekor rusa. Hal ini menunjukkan mereka memiliki kekuatan yang baru yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Merupakan sebuah kemustahilan bagi seorang yang lumpuh untuk dapat melompat, bahkan lompatannya seperti seekor rusa. Tetapi nabi Yesaya coba menggambarkan sukacita yang luar biasa atas penyelamatan yang dilakukan oleh Tuhan kepada bangsa Israel, sehingga orang-orang yang lumpuh sekalipun akan dapat melompat seperti seekor rusa yang melompat. Juga orang-orang yang bisu akan bersorak-sorai, sebab Tuhan melakukan mujizat yang luar biasa, sebab Ia membuat mata-mata air memancar di padang gurun dan sungai di padang belantara. Ini merupakan hal yang sangat tidak masuk akal, sebab padang gurun merupakan area yang sangat panas dan sangat sulit untuk mendapatkan air disana, tetapi tangan Tuhan membuat munculnya mata-mata air di padang gurun. Di Timur Tengah, air merupakan kebutuhan yang menonjol dan penting. Air seringkali melambangkan berkat Allah dan penyegaran rohani[19]. Di tengah kekeringan yang dialami oleh bangsa Israel karena hukuman yang menimpa mereka, Allah datang dengan memberikan penyegaran bagi bangsa Israel. Tetapi tidak hanya sebatas sampai disana, nabi Yesaya kemudian menambahkan bahwa di padang belantara akan ada sungai yang mengalir. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘padang belantara’ menggunakan kata hb'²r"[] (araba). Area ini meliputi gurun-gurun bukit pasir yang tandus. Sedangkan kata ‘sungai’ menggunakan kata liÞx'n (nakhal) berarti lembah yang berair deras. Kedua hal ini saling bertolak belakang. Bagaimana mungkin ada sungai yang mengalir di tengah padang belantara yang tandus dan kering?tetapi inilah gambaran yang coba diangkat oleh nabi Yesaya, dimana ia coba menggambarkan suasana kehidupan bangsa Israel yang selama ini tandus karena menjalani hukuman dari Allah, tetapi suasana hati yang tandus itu akan disegarkan oleh aliran berkat Tuhan yang akan mereka alami. Seakan-akan hal tersebut mustahil untuk dilakukan, tetapi hal tersebut akan terjadi pada bangsa Israel, sebab Tuhan yang datang sendiri untuk menyelamatkan bangsa Israel. Rangkaian paralelism yang dituliskan oleh nabi Yesaya merupakan ciri yang sangat menonjol dari puisi Ibrani, dan nabi Yesaya juga menggunakan ciri tersebut dalam nubuatannya kepada bangsa Israel yang akan mendapat pemulihan yang datangnya dari Allah sendiri.
            Selanjutnya, nabi Yesaya menambahkan gambaran yang coba untuk menjelaskan kabar sukacita yang akan dialami oleh bangsa Israel dengan menuliskan bahwa tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air. Tanah pasir yang hangat merujuk kepada padang pasir yang gersang yang sangat sulit untuk mendapatkan air disana, hal ini senada dengan kalimat selanjutnya yang diungkapkan oleh Yesaya, dimana ia menuliskan bahwa tanah kersang menjadi sumber-sumber air. Tanah kersang adalah tanah yang kering dan tidak subur[20]. Kembali lagi Yesaya menuliskan kontradiksi yang menunjukkan betapa kabar keselamatan yang dikerjakan oleh Allah kepada Yehuda merupakan kabar yang sangat membawa sukacita dan membawa pemulihan bukan saja kepada orang-orang Yehuda, tetapi juga kepada alam Yehuda.
            Kemudian nabi Yesaya menuliskan bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh TUHAN juga akan membuat sebuah jalan, dan jalan tersebut akan disebut jalan yang kudus. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘kudus’ menggunakan kata vd,qo (qodesy), kata ini memiliki arti dipisahkan dari segala yang kotor. Hal ini menunjukkan bahwa jalan yang akan dibuat oleh Tuhan merupakan jalan yang khusus. Tetapi kata ‘jalan’ ini tidak dapat ditafsirkan secara harafiah, dimungkinkan jalan ini adalah jalan hidup orang Yehuda, dimana setelah Tuhan memulihkan keadaan Yehuda, maka Ia akan membuat kehidupan orang Yehuda menjadi kudus. Hal ini disebabkan karena pada kata-kata berikutnya nabi Yesaya menuliskan bahwa orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya. Kata ‘tahir’ menggunakan kata amej' (tame), kata ini merupakan kata sifat. Jadi orang yang memiliki sifat tidak tahir tidak akan melintasi jalan kudus yang dibuat oleh Tuhan itu. Hal ini sesuai dengan himbauan nabi Yesaya kepada Yerusalem untuk siaga akan kekuatannya, sebab tidak seorangpun yang tidak bersunat atau yang najis akan masuk ke dalamnya pada masa kemuliaannya (52:1).
           
            Menambahkan keterangan tentang jalan kudus yang disediakan oleh Tuhan kepada Yehuda, nabi Yesaya juga menuliskan bahwa di jalan kudus itu tidak akan ada singa, dan binatang buas tidak akan ada disana. Hal ini menunjukkan bahwa di jalan Kudus yang disediakan oleh Tuhan itu tidak akan ada ketakutan lagi yang akan menghantui bangsa Yehuda seperti yang menghantui bangsa Israel dalam perjalanan mereka menuju tanah perjanjian[21]. Tetapi di jalan itu justru orang-orang yang dislamatkan akan berjalan disana. Ini menunjukkan bahwa orang-orang Yehuda yang akan diselamatkan oleh Tuhan akan menikmati jalan yang disediakan oleh Tuhan itu. Pada ayat terakhir dalam pasal ini, nabi Yesaya juga menuliskan bahwa orang-orang yang dibebaskan akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai. Sion merujuk kepada Yerusalem.


Yesaya 36
Pendahuluan
Rangkaian kabar sukacita yang akan melanda Israel yang dipersonifikasikan dengan berbagai bentuk oleh Nabi Yesaya itu kemudian dilanjutkan dengan sebuah kisah mengenai Sanherib, yang merupakan raja Asyur yang datang untuk mengepung Yerusalem. Penyerangan kepada bangsa-bangsa di daerah timur dekat kuno merupakan tindakan yang selalu dilakukan oleh Sanherib untuk dapat menguasai daerah tersebut. Sebelum menyerang Yerusalem, Sanherib pernah beberapa kali menyerang bangsa-bangsa lain, seperti Kasdim dan sekutunya, yaitu orang Elam dan Arab di Kuta dan Kisy. Setelah ia selesai melancarkan sederet serangan terhadap suku-suku pegunungan di sebelah timur, ia kemudian bergerak merebut wilayah barat, dimana mulai berkuasa seuatu persekutuan Anti-Asyur, yang didukung oleh Mesir. Pemimpinnya, Hizkia, Raja Yehuda, menangkap Padi, penguasa Ekron yang berpihak kepada Asyur (II Raja 18:8), Hizkia kemudian meminta bantuan kepada Mesir (Yes 30:1-4).
Serangan ketiga yang dilakukan oleh Sanherib ini yang dilakukan pada tahun ke-14 pemerintahan raja Hizkia (701 SM) ditujukan untuk menentang persekutuan yang disebutkan di atas.  Ia memerintahkan pasukannya untuk memusnahkan 46 kota kubu dan banyk desa di Yehuda, dan menawan 200.150 orang dan banyak jarahan. Kemudian ia mengutus beberapa orang pegawainya untuk menuntut Yerusalem agar menyerah (II Taw 32:9). Dalam penyerangannya ke Yerusalem, Sanherib menuntut upeti dari Hizkia, dan Hizkia pun memberikan upeti kepada Sanherib (II Raja 18:15)[22].
Tafsir pasal 36
Dalam tahun yang keempat belas pemerintahan raja Hizkia, Sanherib yang adalah raja Asyur maju untuk menyerang segala kota berkubu negeri Yehuda. Hizkia merupakan salah satu raja Yehuda yang terkemuka. Namanya memiliki arti ‘Yahweh adalah kekuatanku’. Ia terkenal karena kesalehannya yang luar biasa, dan karena aktivitas politiknya yang mantap. Pada awal pemerintahannya, Hizkia berusaha memberantas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh Ahaz yang adalah raja Yehuda sebelum dirinya yang membuat Yehuda terpengaruh oleh pengaruh kafir. Dalam kitab Tawarikh (II Taw 29-32) tekanan utama terletak pada reformasi agamawi yang dilakukan oleh Hizkia.Hizkia membuka lagi Bait Suci dan membersihkannya dari segala pencemaran, ia juga menetapkan kembali kebaktian yang benar, ia juga mengukuhkan kembali perjanjian keselamatan zaman dahulu yang pernah dibuat antara Yahweh dan Israel. Reformasi yang juga dilakukan oleh Hizkia adalah perayaan Paskah yang tidak pernah dilakukan lagi sejak terpecahnya kerajaan menjadi 2, yaitu Israel dan Yehuda kembali dirayakan oleh Hizkia, dan peristiwa tersebut dihadiri oleh orang yang jumlahnya tidak terbilang dari Israel utara (II Taw 30:5). Kemungkinan, Hizkia menjadi raja tunggal di Yehuda pada 716 SM, dan peristiwa dimana Sanherib menyerbu Yehuda terjadi sekitar tahun 701 SM. Dapat disimpulkan demikian sebab dalam II Raja 18:10 dituliskan bahwa keruntuhan Samaria terjadi di tahun ke-6 pemerintahannya, yaitu tahun 722 SM. Hizkia terlibat dalam pemberontakan anti-Asyur pada tahun 711 SM yang dipimpin oleh Asdod atas anjuran Mesir. Ia kemudian menjadi pimpinan dalam pemberontakan anti-Asyur di wilayah barat[23].
Asyur merupakan suatu kerajaan besar dunia kuno. Asyur terletak di wilayah yang amat subur di sebelah timur sungai Tigris, atau sekarang Irak utara[24]. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang cukup ditakuti pada masanya, sebab raja-raja yang memerintah Asyur sering berperang dengan bangsa-bangsa di sekeliling mereka agar mereka dapat memperluas daerah kekuasaan mereka, oleh sebab itu Asyur senantiasa melakukan peperangan dengan bangsa-bangsa di sekitarnya. Pada tahun 701 SM, Sanherib menyerang Asyur. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘menyerang’ menggunakan kata l[;ä (al), menurut Strong, kata ini memiliki arti against (melawan, menentang)[25]. Hal ini menunjukkan bahwa penyerangan Asyur terhadap Yehuda ini dalam rangka untuk melawan Yehuda atas tindakan Yehuda yang masuk dalam persekutuan bangsa-bangsa yang anti terhadap Asyur, oleh sebab itu karena Asyur merasa terancam terhadap Hizkia yang adalah pimpinan dalam pemberontakan anti-Asyur di wilayah barat, maka Sanherib merasa perlu untuk menyerang Yehuda yang pada waktu itu dipimpin oleh Hizkia. Sanherib menyerang kota-kota berkubu di Yehuda. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘berkubu’ menggunakan kata tArßcuB.h; (habetsurot),dengan akar kata rc;B' (batsar). Menurut BDB, kata ini memiliki arti kota berbenteng yang tertutup[26]. Hal ini berarti Sanherib memfokuskan serangan yang ia lakukan terhadap Yehuda kepada kota-kota di Yehuda yang dilindungi oleh benteng-benteng yang membuat kota-kota itu menjadi tertutup. Penyerangan terhadap kota-kota yang memiliki benteng merupakan sebuah strategi perang untuk menguasai seluruh negeri yang akan diserang. Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel ketika hendak merebut tanah Kanaan, yang pertama kali diserang adalah kota Yerikho. Kota yang memiliki benteng yang luar biasa tebalnya. Sebab jika kota tersebut telah dikuasai, maka seluruh negeri dapat direbut. Oleh sebab itu, Sanherib terlebih dahulu merebut kota-kota yang berkubu di Yehuda agar seluruh negeri Yehuda dapat dikuasai. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘merebut’ menggunakan kata ~fe(P.t.YIw:) (wayyitepesyem), dengan akar kata  fp;T' (tapas). Menurut BDB, kata ini memiliki arti menguasai atau juga merampas[27]. Kata ini menggunakan bentuk imperfek, hal ini menunjukkan kegiatan yang belum selesai terjadi[28]. Ini menunjukkan bahwa kota-kota di Yehuda yang memiliki benteng untuk melindunginya hendak dikuasai dan dirampas oleh Asyur. Hal ini senada dengan apa yang tertulis dalam perikop sejajar pasal ini, yaitu dalam II Taw 32:1, dimana disana tertulis bahwa Sanherib berniat untuk merebut kota-kota berkubu di Yehuda.
Mengetahui bahwa ia akan menguasai kota-kota berkubu di Yehuda, Sanherib kemudian mengutus juru minuman agung dari Lakhis ke Yerusalem kepada raja Hizkia. Lakhis merupakan sebuah kota berkubu yang penting di dataran rendah Yehuda. Kota ini merupakan pengawal jalan utama menuju Yerusalem. Lokasinya berada di 40 Km di sebelah baratdaya Yerusalem. Pengepungan yang dilakukan oleh Sanherib terhadap Lakhis merupakan strateginya untuk dapat memutus jalur bantuan dari Mesir yang mungkin datang[29]. Seperti telah disebutkan di pasal-pasal sebelumnya bahwa Yehuda bersekutu dengan Mesir untuk melawan Asyur. Hal ini memungkinkan bagi Mesir untuk mengirim bala bantuan kepada Yehuda yang tengah diserang oleh Asyur. Dalam Alkitab terjemahan LAI, dituliskan bahwa Raja Asyur mengutus juru minuman agung dari Lakhis. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘juru minuman’ menggunakan kata hqev'-br; (rav-syaqe). Dalam Alkitab terjemahan Indonesia tidak dituliskan ‘rav-syaqe’, karena ada kemungkinan ini adalah sebutan jabatan saja[30]. Strong mengartikan kata ini dengan kepada pelayan makan dan minum[31]. Juru minuman dalam banyak hal menjadi orang-orang terpercaya dan disukai oleh raja serta memiliki pengaruh politik[32]. Hal ini menunjukkan bahwa Raja Asyur mengutus seorang utusan kepercayaannya untuk mengirimkan pesan kepada Raja Hizkia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pesan yang dikirim kepada raja Hizkia merupakan pesan yang penting, oleh sebab itu ia harus mengutus orang kepercayaannya untuk mengirim pesan tersebut. Raja Asyur juga menyertakan kepala pelayannya itu dengan sejumlah besar tentara untuk menyertainya yang membawa pesan kepada raja Hizkia. Sejumlah besar tentara yang mengiringi kepala pelayan utusan Sanherib ini bertujuan untuk siap menggempur atau mengepung kota Yerusalem jika Hizkia tetap melawan Asyur. Utusan Sanherib dengan tentaranya yang besar mengambil tempat di suatu bagian kota yang amat vital dan strategis, yaitu di dekat saluran kolam atas di jalan raya pada tukang penatu. Mengenai tempat ini telah diber keterangan pada Yes 7:3, yaitu tempat dimana mereka dapat mencuci dan menjemur pakaian. Mungkin sekali saluran air itu berasal dari mata air Gihon di sebelah tenggara kota Yerusalem, di luar tembok kota. Bagian ini adalah bagian vital oleh karena disanalah terletak kolam-kolam (persediaan) air yang memberi air minum kepada kota Yerusalem[33]. Hal tersebut ia lakukan untuk membuat Hizkia menyerah, karena air merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Apabila mereka telah menguasai kota Lakhis yang adalah jalan utama untuk menuju ke Yerusalem yang dapat menjadi jalur pemberian bantuan dari Mesir, dan mereka juga telah menguasai kolam-kolam tempat persediaan air, maka ini membuat mereka yakin bahwa Hizkia tidak lagi memiliki alasan untuk tidak menyerah kepada Asyur.
Sesampainya mereka di Yerusalem, bukan Hizkia yang keluar untuk mendapatkan mereka, tetapi Elyakim bin Hilkia yang adalah kepala istana, Sebna yang adalah panitera negara, dan Yoah bin Asaf yang adalah bendahara negara. Elyakim merupakan pengganti Sebna sebagai kepala istana (Yes 22:15-25), bila menengok dalam pasal 22, maka akan didapati penjelasan yang mengenai Elyakim bin Hilkia. Disana dinyatakan bahwa Allah akan mengenakan jubah dan ikat pinggang kepadanya. Hal ini merupakan tanda kebesaran yang akan Tuhan berikan kepada Elyakim bin Hilkia. Tetapi, meskipun memiliki segala kekuasaan dan kemuliaan, Elyakim tidak menjadi sombong atau gila hormat (seperti Sebna), melainkan dia akan menjadi “bapa” bagi penduduk Yerusalem dan kaum Yehuda. Ia tidak hanya memiliki kuasa jabatan, tetapi juga pengaruh rohani yang kuat terhadap rakyat di Yerusalem maupun terhadap keluarga istana. Mengenai nama dan diri Sebna timbul adanya perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa nama tersebut sebenarnya merupakan singkatan dari nama Sebanya (Neh 9:4), sehingga dengan demikian dipandang sebagai seorang keturunan Israel. Akan tetapi, kebanyakan penafsir berpendapat bahwa Sebna mungkin merupakan keturunan Mesir. Dasar dari pendapat ini adalah nama ayahnya tidak pernah disebutkan (seperti biasanya dengan nama orang Yehuda), akan tetapi sulit bisa diterima bahwa seorang keturunan asing (Mesir) bisa menduduki tempat dan jabatan yang begitu tinggi di dalam istana Raja Yehuda[34]. Mengenai fungsi Yoah bin Asaf tidak begitu jelas. Menurut kata Ibraninya, Yoah adalah ryKi(z>M; (mazkir). Kata ini diterjemahkan oleh RSV : recorder, oleh NV : kanselier, NEB : secretary of state. Sedangkan jabatan Sebna sebagai rpeêSo  (sopher), ialah sebagai sekretaris (penulis). Dari terjemahan dan tafsiran yang berbeda-beda itu nampaklah bahwa arti dan fungsi dari Sebna dan Yoah kurang jelas apa bedanya. Kemungkinan, Sebna adalah penulis biasa, dimana ia bertindak sebagai penulis Elyakim, sedangkan Yoah  menjadi pencatat resmi negara[35]. Jadi, kurang tepat apa yang tertulis dalam Alkitab terjemahan LAI yang menyebutkan bahwa Yoah memiliki jabatan sebagai bendahara negara. Sebab yang lebih tepat ialah bahwa Yoah bertindak sebagai penulis resmi negara yang mencatat hal-hal yang penting yang terjadi di kerajaan untuk dijadikan sebagai arsip kerajaan.
Kecongkakan kata-kata dari utusan Sanherib ini sangat terlihat, ketika ia mengagung-agungkan Sanherib dengan menyebutnya sebagai Raja Agung, sedangkan Hizkia hanya disebutkan Hizkia saja, tanpa sebutan Raja Yehuda, seakan-akan ia ingin berkata bahwa Hizkia memiliki derajat yang sama dengan utusan Sanherib itu (bnd Yes 10:8).  Kemudian utusan Sanherib itu berkata kepada ketiga orang itu apa yang dikatakan oleh Sanherib, yaitu “kepercayaan macam apakah yang kaupegang ini?”. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘kepercayaan’ menggunakan kata  !AxJ'Bi (bittakhon), menurut BDB, kata ini dapat diartikan dengan pengharapan[36]. Dan kata ‘kaupegang’ menggunakan kata xj;B' (batakh), menurut BDB kata ini dapat diartikan membuat aman[37]. Jadi, Raja Sanherib hendak bertanya kepada Raja Hizkia, pengharapan seperti apakah yang mereka sandarkan kepada Mesir, sehingga membuat mereka dapat merasa aman, bahkan berani untuk membuat sekutu anti Asyur. Dalam kata-kata ini terdengar rasa heran atas kebodohan Hizkia yang begitu besar yang mengandalkan diri pada andalan-andalan yang sia-sia belaka. Pernyataan ini merupakan sikap yang sombong dan kasar. Ini tidak mencerminkan cara diplomasi yang baik, melainkan bersifat gertakan dan ejekan, dengan maksud agar Hizkia segera menyerah saja apabila mereka ingin melawan Asyur. Selain pengharapan kepada Mesir, ia juga memandang dengan sebelah mata pengharapan yang dimiliki oleh Yehuda kepada Yahweh yang menurut berita nabi akan melindungi Yehuda dan kota Yerusalem (ayat 7).
Kemudian Sanherib, lewat utusannya menyampaikan bahwa mereka (Yehuda dan sekutunya) tidak dapat melakukan sesuatu apapun yang cukup berarti untuk melawan kekuatan Asyur, mereka hanya dapat berkata-kata dengan omong kosong belaka. Sebab menurut utusan Sanherib itu, tidak ada satupun orang yang dapat menyusun rencana dan kekuatan perang untuk dapat melawan Asyur. Sanherib mencela persekutuan Yehuda dengan Mesir, dan menganggapnya hanya sebagai usaha sia-sia untuk melawan Asyur. Ada satu hal yang aneh, yaitu bahwa gambaran pengharapan Yehuda kepada Mesir yang sesungguhnya tidak dapat dijadikan sandaran untuk keselamatan mereka senada dengan apa yang dikatakan oleh nabi Yesaya, seperti dalam Yes 30:1-5. Sanherib tahu bahwa Mesir tidak dapat dijadikan sandaran untuk memperoleh keselamatan. Utusan Sanherib itu meragukan janji Mesir yang akan memberikan bantuan. Ia bahkan mencemooh Mesir yang tidak mungkin sanggup untuk menepati janjinya untuk memberikan bantuan kepada Yehuda. Hal ini juga digambarkan oleh firman Allah dalam Yes 30:2-5,7;31:1-3[38]. Bila disimak, pernyataan dari utusan Sanherib ini merupakan hal yang benar, sebab Allah sendiri menyatakan bahwa perlindungan yang mereka harapkan dari Mesir adalah sebuah kesia-siaan (30:7) dan hanya akan membuat mereka menjadi malu (30:3). Sanherib menyadari, dengan kekuatan yang ia miliki saat ini, Yehuda yang memiliki persekutuan dengan Mesir sekalipun tidak akan memiliki cukup daya untuk menyelamatkan diri mereka, oleh sebab itu ia dapat menyampaikan bahwa Hizkia telah melakukan sebuah kebodohan dengan menjalin persekutuan dengan Mesir untuk melawan Asyur. Sampai sejauh ini apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu masih menyatakan kebenaran, dimana apa yang ia katakan juga sesuai dengan apa yang Allah firmankan.
Tetapi selain mencemooh tindakan mengharapkan Mesir yang disebutkan sebagai tindakan yang bodoh, Raja Asyur juga mengejek pernyataan yang menyatakan bahwa pengharapan yang digantungkan kepada Yahweh akan memberikan kepastian. Dalam II Raja 18:5 dicatat bahwa Hizkia memiliki kepercayaan yang teguh kepada Yahweh dengan tidak setia kepada pihak lain yang akan memberikan kesuksesan yang sempurna dalam perlawanannya melawan Asyur. Hal ini sangat jelas dinyatakan dalam II Tawarikh 29-30 yang mencatat reformasi besar-besaran yang dilakukan oleh Hizkia di Yerusalem, dimana Hizkia menjauhkan mezbah-mezbah yang ada di Yerusalem (II Taw 30:14). Setelah perayaan besar-besaran Paskah ((II Taw 30), orang-orang yang bersemangat menghancurkan segala tugu-tugu berhala, merobohkan segala tiang berhala, merobohkan bukit pengorbanan, dan mezbah di seluruh Yehuda dan Benyamin (II Taw 31:1). Hasutan yang ditulis dalam ayat 7 ini ia tujukan kepada mereka yang berada di Yerusalem, tetapi tidak sepenuhnya mengabdi kepada Hizkia[39]. Hizkia memusatkan peribadatan hanya di Yerusalem, oleh sebab itu ia menghancurkan mezbah dan tugu di luar Yerusalem, sebab Hizkia menyadari bahwa pengaruh agama dan kebudayaan kafir telah meresap pada kultus rakyat, sehingga mempengaruhi juga tempat-tempat ibadah rakyat yang tersebar dimana-mana. Pada awalnya tempat-tempat ibadah ini merupakan tempat ibadah kepada Yahweh, tetapi lambat laun hal itu dilakukan hanya secara lahiriah saja dan makin banyak dipengaruhi oleh cara kultus dan agama kafir, umpamanya ibadah kepada Baal. Hal ini dapat terjadi sebab bukit-bukit yang tersebar dimana-mana sulit untuk diawasi dan dikendalikan. Hal inilah yang menyebabkan Hizkia mengadakan penertiban peribadatan dengan memusatkan ibadah di Bait Allah di Yerusalem. Hal itulah yang menimbulkan banyak bermunculan reaksi negatif dari rakyat yang telah terikat pada tempat suci yang tradisional itu (II Raja 18:4). Cemoohan yang dilontarkan oleh utusan Sanherib itu memiliki tujuan untuk mengejek tindakan Hizkia serta memikat hati orang-orang yang kecewa terhadap tindakan Hizkia itu. Menurut pandangannya, Hizkia telah membuat ‘dosa’ besar dengan membersihkan tempat-tempat suci di bukit-bukit itu, sehingga allah-allah akan marah besar dan mendatangkan malapetaka. Hal ini mengindikasikan bahwa pengharapan Hizkia yang disandarkan kepada Yahweh juga merupakan sebuah kesia-siaan belaka, sama halnya dengan pengharapan kepada Mesir[40]. Sangat terlihat kesombongan Sanherib yang diungkapkan dengan kata-kata utusannya itu. Beberapa kali berhasil menang dalam peperangan membuatnya menjadi sangat percaya diri dan tidak takut akan siapapun yang ia hadapi, bahkan Allah sekalipun tidak gentar untuk mereka lawan.
Melanjutkan cemoohan mereka kepada Yehuda yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan Asyur itu, utusan Sanherib itu memberikan penawaran yang dengan sengaja ia berikan untuk menyombongkan kekuatan Asyur sekaligus merendahkan Yehuda. Asyur yang sudah mengetahui bahwa Yehuda meminta bantuan Mesir, berupa kuda-kuda dan kereta-kereta perang (31:1,2) untuk mempertahankan diri terhadap serangan Asyur itu sengaja memberikan penawaran bahwa Asyur akan memberikan 2000 ekor kuda kepada Yehuda, tetapi dengan syarat Yehuda sanggup memberikan orang-orang yang sanggup mengendarainya. Sangat jelas terlihat bahwa penawaran ini tidak dengan sungguh-sungguh ia nyatakan. Ia memberikan penawaran seperti demikian dengan tujuan utama, yaitu untuk menunjukkan betapa lemahnya Yehuda saat itu, sampai-sampai Asyur yang adalah musuhnya sendiri memberikan kuda untuk membantu Yehuda berperang melawan Asyur. Ini merupakan penghinaan terhadap Yehuda. Asyur tahu bahwa Mesir tidak akan dapat memberikan bantuan berupa kuda-kuda dan kereta-kereta perang[41]. Sekalipun penawaran itu sungguh-sungguh ia katakan, tetapi penawaran yang diberikan kepada Yehuda ini dengan sangat jelas mengarah pada kelemahan yang dimiliki oleh Yehuda, dimana Asyur hanya bersedia untuk menyediakan 2000 ekor kuda, tanpa penunggangnya. Bagi Asyur, memberikan 2000 ekor kuda bukanlah hal yang berat dan sangat mempengaruhi pertahanan mereka. Tetapi hal tersebut menjadi masalah bagi Yehuda untuk menyediakan 2000 orang untuk menunggangi kuda-kuda tersebut. Asyur sadar, sekalipun Yehuda memiliki 2000 orang penunggang kuda, hal tersebut bukanlah ancaman yang cukup berarti bagi Asyur. Tindakan ini merupakan tindakan untuk mencela dan menghina yang dilakukan oleh raja Asyur, sebab ia melihat keadaan militer Yahudi yang menyedihkan jika dibandingkan dengan tentara Asyur yang begitu kuat[42]. Tindakan ini sengaja dilakukan oleh Asyur untuk menunjukkan kepada Yehuda betapa mereka tidak memiliki daya apapun untuk melawan Asyur sekalipun mereka telah memiliki persekutuan dengan Mesir untuk melawan Asyur, juga Asyur ingin menunjukkan bahwa Asyur tidak takut terhadap Yehuda yang hendak memberontak kepada Asyur.
            Utusan Sanherib itu melanjutkan celaannya kepada Yehuda dengan mengatakan bahwa untuk memukul mundur satu perwira Asyur yang paling kecil saja Yehuda tidak mampu untuk melakukannya, sebab Yehuda berharap kepada Mesir dalam hal kereta dan orang-orang berkuda. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘bagaimanakah mungkin’ ditulis dengan kata hk'yae (eykha), menurut BDB kata tersebut merupakan sebuah ekspresi dari kepuasan[43]. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh utusan Sanherib ini merupakan ungkapan yang menghina dalam rangka memuaskan hatinya melihat ketidakberdayaan Yehuda menghadapi Asyur. Kata ‘kecil’ dalam bahasa Ibrani menggunakan kata !j'q' (qatan), kata ini memiliki arti kecil, tetapi pengertian kecil ini tidak hanya merujuk pada ukuran, tetapi dapat juga merujuk pada umur[44]. ini menunjukkan bahwa tentara Asyur yang hendak diadu dengan Yehuda tidak memiliki keterampilan dalam hal berperang. Asyur menanyakan kepada Yehuda, bagaimana mungkin Yehuda melawan seorang tentara Asyur yang masih muda dan tidak memiliki pengalaman dapat mereka kalahkan dengan berharap kepada Mesir. Lewat pernyataannya ini, utusan Sanherib itu tidak hanya sekedar melecehkan kekuatan dari Yehuda, tetapi ia juga sekaligus melecehkan kekuatan dari Mesir yang menjadi sekutu Yehuda. Sanherib dengan kekuatannya yang besar pada waktu itu tidak takut akan pemberontakan yang dilakukan oleh Mesir dan Yehuda. Ia mengulang kembali pernyataannya pada ayat 6, dimana secara garis besar ia hendak menyatakan apabila Yehuda berharap kepada Mesir, itu hanya sebuah kesia-siaan belaka, sebab sesungguhnya Mesir pun tidak memiliki kekuatan untuk melawan Asyur, jadi percuma saja bila Yehuda memiliki persekutuan dengan Mesir untuk melawan Asyur.
Selanjutnya, dengan penuh kepercayaan diri, utusan Sanherib itu mengeluarkan pernyataan bualan yang begitu mengagetkan; ia menyatakan bahwa kedatangannya untuk menghancurkan Yehuda ia lakukan atas dasar kehendak Tuhan . Ia memiliki ambisi yang terlalu besar, dimana ia ingin melangkah lebih jauh, dengan menyatakan bahwa Tuhan telah menyatakan kepadanya untuk melawan dan memusnahkan Yehuda[45]. Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan apa yang tertulis dalam pasal sebelumnya, dimana Yesaya menubuatkan pemulihan yang akan dialami oleh Yehuda, selepas hukuman yang ia berikan atas Yehuda. Lebih lagi, Yesaya menubuatkan bahwa pemulihan yang akan dialami oleh Yehuda akan dikerjakan langsung oleh Allah sendiri (35:4). Bila menengok apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu, maka kita akan melihat adanya pernyataan yang saling bertolak belakang, antara apa yang dikatakan oleh Yesaya, dengan apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu. Di satu sisi Yesaya menyatakan bahwa Allah akan menyelamatkan Yehuda, tetapi di sisi lain, Sanherib menyatakan bahwa TUHAN berkehendak untuk memusnahkan Yehuda, dan Sanherib “dipakai” TUHAN untuk memusnahkan Yehuda. Pernyataan yang disampaikan oleh utusan sanherib ini patut untuk diragukan, apakah yang ia katakan itu sungguh-sungguh benar, atau hanya isapan jempol belaka. G Roux menyatakan bahwa dalam bidang keagamaan, Raja Asyur bertindak sebagai wali di dunia untuk berhala nasional Asyur. peperangan Asyur direncanakan dalam arti tertentu, sebagai perang suci terhadap mereka yang tidak mengakui kedaulatan berhala itu, dan pemberontakan dihancurkan dengan kejam[46]. Hal tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya Asyur tidak mengakui Allah yang disembah oleh orang Israel (Yehuda), bila demikian bagaimana mungkin Yahweh berfirman kepada Sanherib, dan bagaimana mungkin bangsa Asyur yang tidak menyembah Yahweh mau menuruti firman yang disampaikan oleh Yahweh itu? Berbeda dengan Yesaya yang memang diutus oleh Tuhan untuk menjadi nabi bagi Yehuda (Yes 6). Jadi apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu agaknya memang harus dipertanyakan kebenarannya.
Mendengar hal yang sangat mengagetkan itu, yaitu bahwa TUHAN yang dinubuatkan oleh Yesaya akan menyelamatkan Yehuda dari hukuman yang mereka alami justru mengutus Asyur untuk memusnahkannya, ketiga utusan Hizkia yang berhadapan dengan utusan Asyur kemudian mengatakan kepada utusan Sanherib itu agar ia berbicara dalam bahasa Aram, dan jangan dalam bahasa Yehuda. Dalam abad 9 dan berikutnya SM, bahasa Aram dan tulisannya dengan segera menjadi bahasa Internasional dalam perdagangan dan diplomasi. Bahasa ini dimengerti oleh para penguasa dan pedagang, tetapi bukan oleh ‘rakyat biasa’[47]. Tindakan yang dilakukan oleh ketiga utusan Hizkia ini agaknya sangat wajar, sebab apa yang disampaikan oleh utusan Sanherib ini dapat membuat iman dari rakyat Yehuda menjadi ciut lagi. Iman mereka kepada Allah yang telah bangkit karena mendengar nubuatan yang disampaikan oleh Yesaya dalam pasal 35 dapat kembali mundur karena mendengar cemoohan yang disampaikan oleh utusan Sanherib itu, bahkan lebih lagi ketika utusan Sanherib itu menyatakan bahwa TUHAN telah memerintahkan kepada Asyur untuk memusnahkan Yehuda. Itulah alasan mengapa Elyakim, Sebna, dan Yoah meminta kepada utusan Sanherib itu untuk dapat berbicara dalam bahasa Aram, yaitu agar rakyat Yehuda tidak mengerti apa yang disampaikan oleh utusan Sanherib yang mencemooh Yehuda saat itu. Utusan Hizkia itu ingin menjaga kerahasiaan dari apa yang tengah dikatakan oleh utusan Sanherib itu dari rakyat Yehuda[48]. Pesan yang disampaikan oleh utusan Sanherib itu merupakan rahasia kenegaraan, dan rakyat tidak perlu mengetahui apa yang disampaikan oleh Sanherib kepada Hizkia. Oleh sebab itu, para utusan Hizkia itu meminta utusan Sanherib untuk dapat berbicara dalam bahasa Aram. Demi membujuk utusan Sanherib itu, para utusan Hizkia sengaja menyebutkan diri mereka sebagai hamba dari utusan Sanherib itu. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘hamba’ menggunakan kata ‘^yd<’b'[] (‘avadekha), dengan akar kata db,[, (eved), kata ini memiliki arti budak. Elyakim, Sebna, dan Yoah rela untuk menyebutkan diri mereka sebagai budak dari utusan Sanherib ini, asalkan utusan Sanherib tersebut mau untuk berbicara dalam bahasa Aram. Mereka tidak mau rakyat Yerusalem yang ada juga disana mendengar apa yang disampaikan oleh utusan Sanherib itu kepada Elyaki, Sebna, dan Yoah. Dituliskan bahwa para rakyat Yerusalem itu tenngah berada di atas tembok. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘tembok’ menggunakan kata  hm'Ax (khoma), tembok ini merupakan tembok Yerusalem, yang merupakan tembok yang mengelilingi kota Yerusalem.
            Ternyata bujukan Elyakim, Sebna, dan Yoah yang meminta utusan Sanherib itu untuk berbicara dalam bahasa Aram diabaikan oleh utusan Sanherib itu. Ia justru berkata bahwa Sanherib mengutusnya bukan hanya untuk menyampaikan pesan kepada Hizkia dan utusannya, tetapi juga kepada rakyat Yerusalem yang duduk di atas tembok, yang memakan tahinya dan meminum air kencingnya sendiri. Hal ini menunjukkan kesombongan utusan Sanherib itu, sehingga ia sedemikian merendahkan orang-orang Yehuda seperti itu. Pernyataannya itu hendak menyatakan bahwa orang Yehuda sudah menjadi sangat bodoh, gila, dan miskin sampai-sampai kotoran mereka sendiri harus mereka makan. Apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu tidak dapat dipercaya sepenuhnya, sebab dalam ayat-ayat sebelumnya ia juga telah menyatakan hal-hal yang tidak benar. Jadi hal ini mengindikasikan, apa yang ia nyatakan dalam ayat 12 juga tidak benar. Tetapi ini adalah kabar yang terlalu dilebih-lebihkan untuk menunjukkan kekuatan Asyur yang berada di atas Yehuda. 
            Kemudian utusan sanherib itupun lekas berdiri dan berteriak dengan suara yang lantang, ia menyampaikan kepada orang-orang Yehuda yang ada pada saat itu pesan yang ia terima dari Raja Asyur, Sanherib lewat utusannya berkata kepada orang-orang Yehuda agar mereka jangan sampai diperdaya oleh Hizkia. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘memperdayakan’ menggunakan kata aViîy: (yasysyi), kata ini ditulis dengan bentuk imperfek yang menunjukkan kegiatan yang sedang dilakukan[49]. Hal ini menunjukkan bahwa Sanherib tengah menyatakan kepada bangsa Yehuda bahwa saat ini mereka sedang diperdaya atau ditipu oleh Hizkia. Sanherib menyatakan bahwa sesungguhnya Hizkia tidak dapat melepaskan bangsa Yehuda dan memberikan kemenangan kepada bangsa Yehuda. Sanherib beranggapan bahwa ketaatan Hizkia kepada TUHAN tidak akan membuat Yehuda dapat menang melawan Asyur yang pada saat itu tengah mengalami masa jaya. Oleh sebab itu Sanherib berani untuk menyatakan kepada bangsa Yehuda untuk tidak berharap dan percaya kepada Hizkia. Sanherib juga menghasut bangsa Yehuda agar mereka tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Hizkia yang menghendaki mereka untuk berharap kepada TUHAN. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘berharap’ menggunakan kata xj;B' (batakh), kata ini dapat juga diartikan dengan percaya. Jadi Sanherib mengatakan kepada orang-orang Yehuda agar mereka tidak terpengaruh dengan ajakan Hizkia untuk berharap dan percaya kepada TUHAN. Sanherib berpandangan apa yang dilakukan oleh Hizkia adalah sebuah tipuan yang hanya akan memperdaya orang-orang Yehuda.
Lebih lagi Sanherib menyatakan kepada bangsa Yehuda lewat utusannya untuk mengadakan perjanjian antara Hizkia dan Sanherib agar Hizkia mau untuk menyerah kepada Sanherib. Ketika menawarkan Hizkia untuk menyerah kepada Sanherib, Sanherib memberikan iming-iming yang sangat menjanjikan kepada bangsa Yehuda yang tengah duduk di atas tembok dan yang tengah mendengarkan utusan Sanherib itu dengan berkata bahwa apabila Hizkia mau untuk menyerah kepada Sanherib yang pada saat itu tengah mengepung Yehuda, maka Sanherib akan mengizinkan rakyat Yehuda untuk memakan buah anggur yang berasal dari pohon milik mereka sendiri, juga mereka dapat makan buah ara dari pohon ara milik mereka. Selain itu, rakyat Yehuda pun dapat minum air sumur milik mereka sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa saat itu bangsa Yehuda tengah mengalami tindasan dari Asyur, dimana mereka tidak diperbolehkan untuk menikmati hasil tanah mereka sendiri. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh bangsa Israel (sebelum kerajaan Israel terpecah) yakni pada zaman Salomo, dimana dituliskan oleh Alkitab bahwa orang Yehuda dan orang Israel diam dengan tenteram masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya (I Raja 4:25). Tetapi saat ini bangsa Yehuda tidak dapat menikmati hasil pohon anggur dan pohon ara milik mereka sendiri, kecuali apabila Hizkia mau untuk menyerah kepada Sanherib, Raja Asyur.
Selain menjanjikan kepada bangsa Yehuda bahwa mereka dapat dengan bebas menikmati hasil tanah mereka sendiri, Sanherib juga menjanjikan kepada bangsa Yehuda bahwa ia akan membawa bangsa Yehuda ke suatu negeri yang seperti negeri Yehuda, suatu negeri yang bergandum dan berair anggur, suatu negeri yang beroti dan berkebun anggur. Ciri-ciri puisi Ibrani terlihat sangat jelas dalam janji yang diberikan oleh Sanherib kepada bangsa Yehuda ini, yaitu paralelism. Dimana negeri yang bergandum paralel dengan negeri yang beroti, dan negeri yang berair anggur paralel dengan negeri yang berkebun anggur.
Untuk sekali lagi Sanherib lewat utusannya berusaha mencegah bangsa Yehuda untuk percaya kepada kata-kata Hizkia. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘membujuk’ menggunakan kata tWs (sut), kata ini juga dapat diartikan menghasut. Jadi dapat dikatakan bahwa Sanherib menuduh Hizkia telah menghasut bangsa Yehuda untuk percaya kepada apa yang dikatakan oleh Hizkia,bahwa TUHAN akan melepaskan bangsa Yehuda dari tangan Asyur. dari perkataannya, seakan-akan Hizkia ada di pihak yang salah dan Sanherib ada di pihak yang benar, dimana Sanherib tidak ingin bangsa Yehuda diperdaya oleh janji manis Hizkia. Sebab untuk memperkuat apa yang dikatakan oleh Sanherib, ia juga menyodorkan fakta-fakta yang menunjukkan betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh Asyur. Sanherib lewat utusannya memberikan beberapa contoh negeri yang telah dikalahkan oleh Asyur, antara lain Hamat, Arpad, Sefarwaim, dan Samaria. Bangsa-bangsa tersebut memang telah dikalahkan oleh bangsa Asyur, dan hal tersebut memang dituliskan juga dalam Alkitab, seperti dalam II Raja 17:24, Yes 10:9, dsb. jadi memang apa yang dikatakan oleh Sanherib sesungguhnya bukanlah sekedar isapan jempol semata, tetapi memang ia telah menaklukkan beberapa bangsa tersebut. Tetapi kemudian Sanherib menjadi sombong dengan menyamakan allah bangsa-bangsa tersebut dengan Allah yang disembah oleh orang Yehuda. Ia hendak menyamakan bahwa sebagaimana allah bangsa-bangsa itu tidak dapat menolong umatNya dari serangan Asyur, demikian pula Allah yang disembah oleh bangsa Yehuda, Ia juga tidak akan dapat membebaskan bangsa Yehuda dari tangan Asyur.
Rangkaian kata-kata yang dilontarkan oleh utusan Sanherib itu kepada utusan Hizkia dan juga kepada rakyat Yehuda yang ada di sana tidak juga menggoyahkan iman percaya mereka kepada TUHAN dan kesetiaan mereka kepada Hizkia sebagai raja mereka. Sekalipun Sanherib telah menunjukkan fakta-fakta bahwa Asyur tengah berada dalam masa kejayaannya dimana banyak bangsa yang takluk kepada Asyur, dan sekalipun Sanherib telah menghujat TUHAN tetapi hal tersebut tidak juga membuat rakyat Yehuda menyerah dan menuruti apa yang dikatakan oleh Sanherib. Hal ini sangat jelas terbukti karena seluruh rakyat Yehuda yang ada disana tidak menjawab utusan Sanherib itu dengan sepatah katapun, hal ini mereka lakukan sebab Hizkia lah yang memerintahkan mereka untuk tidak menjawab apa yang dikatakan oleh utusan Sanherib. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun Yerusalem tengah dikepung oleh Sanherib, tetapi rakyat Yehuda tetap setia dan taat akan perintah Hizkia.
Setelah mendengar seluruh perkataan dari utusan Sanherib itu, maka kemudian Elyakim, Sebna, dan Yoah yang adalah utusan dari Hizkia kembali menghadap Hizkia untuk melaporkan apa saja yang dikatakan oleh utusan Sanherib itu kepada bangsa Yehuda. Kedatangan mereka disertai dengan pengoyakkan pakaian mereka. Dikoyakkannya pakaian mereka di hadapan Hizkia menunjukkan situasi hati mereka yang putus pengharapan[50]. Selain itu, pakaian juga merupakan lambang dari martabat dan kemuliaan seseorang. Jadi pengoyakkan pakaian oleh ketiga utusan Sanherib itu menunjukkan penghinaan dan rasa malu yang mereka alami[51].



[1] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama. Hlm 529-530
[2] Merrill F Unger, Unger’s Commentary On The Old Testament Volume II. Hlm 1236
[3] John D. W. Watts, Word Biblical Commentary Isaiah 34-66, hlm 14-15
[4] Ibid, hlm 1236
[5] S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 28-39, hlm 135
[6] H.N Moldenke, Plants of the Bible, dalam Ensiklopedia Masa Kini Jilid II, hlm 510-511
[7] E-sword, H1532, H1525, H7442
[8] Ibid, hlm 135
[9] P.K Hitti, Lebanon in History, dalam Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, hlm 646
[10] E-sword, H1921
[11] Ibid, H3759
[12] S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 28-39, hlm 135
[13] Ibid, hlm 135-136
[14] E-sword, H7504
[15] Ibid, Strong H1290
[16] Ibid, H559
[17] Ibid, H5358
[18] Ibid, BDB H3467
[19] P Reymond, L’Eau, Sa Vie et Sa Signification dans l’Ancien Testament, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, hlm 18-19
[20] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka, 2002), 556
[21] Merrill F Unger, Unger’s Commentary On The Old Testament Volume II. Hlm 1237
[22] D.D Luckenbill, The Annals of Sennacherib, 1924 dalam Ensiklopedia Masa Kini jilid II, hlm 356
[23] D Winton Thomas, DOTT,dalam Ensiklopedia Masa Kini jikid I, hlm 400
[24] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, hlm 37
[25] E-Sword, Strong H5921
[26] Ibid, BDB H1219
[27] Ibid, H8610
[28] D.L. Baker, Pengantar Bahasa Ibrani, hlm 102
[29] I.H Torczyner, The Lachish Letters, dalam Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, hlm 629
[30] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, hlm 375
[31] E-Sword, Strong H7262
[32] Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, hlm 489
[33] S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 28-39, hlm 149
[34] S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 1-39, hlm 141
[35] Ibid, hlm 150
[36] E-Sword, BDB H986
[37] Ibid, H982
[38] John D. W. Watts, Word Biblical Commentary Isaiah 34-66, (Neshville : Thomas Nelson Publishers), 28
[39] Ibid, hlm 28
[40] S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 28-39, hlm 152-153
[41] Ibid, hlm 154
[42] Merrill F Unger, Unger’s Commentary On The Old Testament Volume II. (USA : Victor Books), 1239
[43] E-Sword, BDB H349
[44] Ibid, Strong H6996
[45] Merrill F Unger, Unger’s Commentary On The Old Testament Volume II, (USA : Victor Books), 1239
[46] G Roux, Ancient Iraq, dalam Ensiklopedi Masa Kini Jilid I, 109
[47] R.A Bowman, JNES 7, dalam Ensiklopedi Masa Kini Jilid I, 78
[48] John D. W. Watts, Word Biblical Commentary Isaiah 34-66, (Nashville : Thomas Nelson Publishers), 28
[49] D.L.Baker, Pengantar Bahasa Ibrani, (Jakarta : BPK Gunung Mulia), 103
[50] John D. W. Watts, Word Biblical Commentary Isaiah 34-66, (Nashville : Thomas Nelson Publishers), 29
[51] J. Vernon Mc Gee, Thru The Bible Commentary Series, (Mexico : Thomas Nelson Publishers), 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar